Gugur
Gunung
Pada
suatu kamis pagi, pak Lurah memimpin pertemuan pamong desa yang akan
membicarakan soal pembangunan gedung sekolah desa. Usulan pak lurah mendapat
persetujuan dari semua rakyat desa Sukarasa. Anggaran biaya disusun secara
cermat. Semua bahan-bahan adalah sumbangan dari rakyat desa melalui ketua RT
masing-masing. Misalnya bambu untuk tiang dan dinding adalah bambu sumbangan
dari rakyat dukuh Sukacinta. Tiang kayu yang besar-besar bantuan dari rakyat
dukuh Sukarame. Genting tanah untuk gedung SD yang baru itu sumbangan dari rakyat
dukuh Sukahidup. Bangku-bangku dibuat oleh rakyat dukuh Sukasenang dan Sukaria
(Untung gak ada dukuh suka sedih,,,). Dari kas desa juga dikeluarkan sejumlah
uang untuk membeli semen, paku dan alat-alat yang tidak dapat dihasilkan oleh
penduduk sendiri.
Pada
tanggal 4 Maret 2011 semua rakyat desa Sukarasa dikumpulkan mereka bergotong
royong membuat gedung sekolah dasar, beberapa ibu rumah tangga secara
bergiliran pula menyediakan makanan untuk para pekerja laki-laki yang sedang membangun
gedung sekolah dasar. Ternyata seluruh warga desa Sukarasa secara gugur gunung
membantu membangun berdirinya gedung sekola dasar di desa Sukarasa. Cara bergotong
royong itu dikenal oleh penduduk sebagai “gugur gunung”. Mula-mula asal katanya
dari usaha bersama untuk meratakan gunung agar dapat dijadikan tanah untuk
pemukiman desa. Gunung itu digali bersama-sama untuk diratakan dan kemudian
didirikan gedung untuk keperluan bersama, misalnya gedung sekolah atau kantor
desa dan lain sebagainya. Dari gugur gunung itu pulalah saya yang ganteng ini
bertemu dengan wanita cantik yang menarik, namanya lia trisnawati, dia seorang
gadis desa yang cantik dan anggun. Boleh dikatakan dia bunganya desa. “Untung
pikir saya dia bukan bunga pasir”. Perkenalan saya cukup menarik, dimulai
dari...... ketika itu saya bertugas sebagai tukang ngaduk pasir dan semen, saya
bekerja cukup lelah dari pagi sampai siang hari, pada siang hari itu pulalah
lia datang dengan memakai baju kebaya dan sarung samping dia juga membawa bakul
nasi yang diikat di belakang pundaknya. Dia lalu duduk di bawah pohon mangga,
tepat disebelah saya, saya terus melihatnya dan dia tersipu malu,
“ah....sicantik sedang memandang wajah yang ganteng ini” pikir saya. Dia
mengalasi nasi, sambel, goreng jengkol, asin peda dan ayam kampung, tak
kusangka dia menyodorkan makanannya sambil berkata
“ini makanannya kang,,,saya kasihan dari tadi akang
kelihatannya lelah sekali, bahkan perut akang pun dari tadi keroncongan”
“terimakasih” jawab saya sambil mengambil makanan yang
dia sodorkan.
Ketika saya makan, dia terus memperhatikan saya sampai
saya beres makan dia berbisik “kuda zebra walaupun belang tapi dia tetep
ganteng yah”
“maksud nya?” tanya saya kaget
“itu punggung akang banyak panunya” jawabnya sambil
tersenyum
“oh....tapi neng sukakan” saya hanya bisa mengucapkan itu
karena sungguh saya malu ketika itu, saya memang waktu itu tidak memakai baju,
hanya memakai celana panjang, maklum waktu itu cuacanya sangat panas.
“Siapa nama mu neng?” tanya saya
“Lia trisnawati panggil saja lia” jawabnya
“nama saya sutisna, panggil saja entis” kata saya
“Saya gak nanya kang” katanya sambil senyum simpul dan
membereskan semua barang-barang kebakulnya.
Aduh,,,,saya malu banget, ah masa bodoh kalau jodoh tidak
akan kemana pikir saya, toh saya adalah laki-laki akan ku kerjar dia walaupun
harus mendaki gunung, lewati lembah, sungai mengalir indah ke
samudra........(hehehe itukan nyanyian ninja hatori). Setelah itu lia pergi
dari tempat saya berada, saya pun melanjutkan pekerjaan saya dengan
menyelesaikan pembangunan gedung sekolah.
Tak
terasa waktu telah tiba, tepat dalam peringatan 17 Agustus 2011 pak camat
diundang untuk meresmikan gedung sekolah yang baru itu. Bagi rakyat desa
Sukarasa peristiwa itu dianggap penting sekali. Setelah peringatan upacara
peringatan nasional di lapangan, pak camat diiringi kepala desa dan
pimpinan-pimpinan instansi pemerintah tingkat kecamatan menggunting pita yang
dipasang di depan pintu gedung sekolah yang baru itu. Semuanya bersorak ria, balon-balon
udara dilepaskan murid-murid, disertai tepuk tangan yang ramai. Sejak itu desa
Sukarasa memiliki gedung sekolah yang baru hasil gugur gunung mereka sendiri.
Saya pun menemukan cinta saya yaitu lia trisnawati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar