Rabu, 08 Februari 2012

GUGUR GUNUNG


Gugur Gunung

            Pada suatu kamis pagi, pak Lurah memimpin pertemuan pamong desa yang akan membicarakan soal pembangunan gedung sekolah desa. Usulan pak lurah mendapat persetujuan dari semua rakyat desa Sukarasa. Anggaran biaya disusun secara cermat. Semua bahan-bahan adalah sumbangan dari rakyat desa melalui ketua RT masing-masing. Misalnya bambu untuk tiang dan dinding adalah bambu sumbangan dari rakyat dukuh Sukacinta. Tiang kayu yang besar-besar bantuan dari rakyat dukuh Sukarame. Genting tanah untuk gedung SD yang baru itu sumbangan dari rakyat dukuh Sukahidup. Bangku-bangku dibuat oleh rakyat dukuh Sukasenang dan Sukaria (Untung gak ada dukuh suka sedih,,,). Dari kas desa juga dikeluarkan sejumlah uang untuk membeli semen, paku dan alat-alat yang tidak dapat dihasilkan oleh penduduk sendiri.
            Pada tanggal 4 Maret 2011 semua rakyat desa Sukarasa dikumpulkan mereka bergotong royong membuat gedung sekolah dasar, beberapa ibu rumah tangga secara bergiliran pula menyediakan makanan untuk para pekerja laki-laki yang sedang membangun gedung sekolah dasar. Ternyata seluruh warga desa Sukarasa secara gugur gunung membantu membangun berdirinya gedung sekola dasar di desa Sukarasa. Cara bergotong royong itu dikenal oleh penduduk sebagai “gugur gunung”. Mula-mula asal katanya dari usaha bersama untuk meratakan gunung agar dapat dijadikan tanah untuk pemukiman desa. Gunung itu digali bersama-sama untuk diratakan dan kemudian didirikan gedung untuk keperluan bersama, misalnya gedung sekolah atau kantor desa dan lain sebagainya. Dari gugur gunung itu pulalah saya yang ganteng ini bertemu dengan wanita cantik yang menarik, namanya lia trisnawati, dia seorang gadis desa yang cantik dan anggun. Boleh dikatakan dia bunganya desa. “Untung pikir saya dia bukan bunga pasir”. Perkenalan saya cukup menarik, dimulai dari...... ketika itu saya bertugas sebagai tukang ngaduk pasir dan semen, saya bekerja cukup lelah dari pagi sampai siang hari, pada siang hari itu pulalah lia datang dengan memakai baju kebaya dan sarung samping dia juga membawa bakul nasi yang diikat di belakang pundaknya. Dia lalu duduk di bawah pohon mangga, tepat disebelah saya, saya terus melihatnya dan dia tersipu malu, “ah....sicantik sedang memandang wajah yang ganteng ini” pikir saya. Dia mengalasi nasi, sambel, goreng jengkol, asin peda dan ayam kampung, tak kusangka dia menyodorkan makanannya sambil berkata
“ini makanannya kang,,,saya kasihan dari tadi akang kelihatannya lelah sekali, bahkan perut akang pun dari tadi keroncongan”
“terimakasih” jawab saya sambil mengambil makanan yang dia sodorkan.
Ketika saya makan, dia terus memperhatikan saya sampai saya beres makan dia berbisik “kuda zebra walaupun belang tapi dia tetep ganteng yah”
“maksud nya?” tanya saya kaget
“itu punggung akang banyak panunya” jawabnya sambil tersenyum
“oh....tapi neng sukakan” saya hanya bisa mengucapkan itu karena sungguh saya malu ketika itu, saya memang waktu itu tidak memakai baju, hanya memakai celana panjang, maklum waktu itu cuacanya sangat panas.
“Siapa nama mu neng?” tanya saya
“Lia trisnawati panggil saja lia” jawabnya
“nama saya sutisna, panggil saja entis” kata saya
“Saya gak nanya kang” katanya sambil senyum simpul dan membereskan semua barang-barang kebakulnya.
Aduh,,,,saya malu banget, ah masa bodoh kalau jodoh tidak akan kemana pikir saya, toh saya adalah laki-laki akan ku kerjar dia walaupun harus mendaki gunung, lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra........(hehehe itukan nyanyian ninja hatori). Setelah itu lia pergi dari tempat saya berada, saya pun melanjutkan pekerjaan saya dengan menyelesaikan pembangunan gedung sekolah.
            Tak terasa waktu telah tiba, tepat dalam peringatan 17 Agustus 2011 pak camat diundang untuk meresmikan gedung sekolah yang baru itu. Bagi rakyat desa Sukarasa peristiwa itu dianggap penting sekali. Setelah peringatan upacara peringatan nasional di lapangan, pak camat diiringi kepala desa dan pimpinan-pimpinan instansi pemerintah tingkat kecamatan menggunting pita yang dipasang di depan pintu gedung sekolah yang baru itu. Semuanya bersorak ria, balon-balon udara dilepaskan murid-murid, disertai tepuk tangan yang ramai. Sejak itu desa Sukarasa memiliki gedung sekolah yang baru hasil gugur gunung mereka sendiri. Saya pun menemukan cinta saya yaitu lia trisnawati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar