Pertemuan
Pertama di Gunung Talaga Bodas
Saya adalah seorang
perempuan yang lumayan cantik, menarik, pintar dan agak narsis, buktinya saya
selalu memuji diri saya sendiri (hehehe....), lebih baik begitu dari pada gak
ada yang muji. Rumah saya terletak di sebuah desa di kaki gunung talaga bodas,
tepatnya di desa Barunay (maaf,,,bukan Brunei
Darusalam), tepatnya di Kecamatan Pangatikan - Kabupaten Garut. Desa yang
elok dengan rakyatnya yang rukun dan sejahtera, meskipun kami tinggal jauh dari
kota, tetapi kebanyakan rakyat di desa kami hidup secara mandiri, mereka
bermata pencaharian sebagai petani dan pembuat batu-bata merah.
Jalan ke desa kami
berkerikil oleh bebatuan, becek dan gak ada ojek (hehehe seperti kata cinta laura), tetapi jika kita berjalan
terus sampai ke desa kami, rasa cape itu akan sirna karena terbayar oleh
pemandangan alam yang sangat indah, seindah senyuman dibibirku (Asyik,,,). Kita
juga bisa melihat aliran sungai yang masih bersih, yach...aliran sungai yang
terbentuk secara alami, bekas aliran lahar dari peristiwa Gunung Galunggung,
makanya banyak sekali batu-batu besar dan pasir di sungai tersebut, sehingga
dimanfaatkan oleh rakyat desa untuk membangun rumah mereka.
Pada kesempatan ini saya
tidak akan bercerita tentang Desa saya yang elok dan belum terjamah oleh tangan
manusia, karena saya gak mau desa saya yang elok terkotori, tetapi saya akan
bercerita tentang kegemaran saya yang suka berolah raga pagi pada hari minggu
dengan jalur menuju ke gunung talaga bodas, setelah berolah raga saya selalu mandi
air hangat yang ada di telaga itu. Pada suatu hari, hari yang tak terduga, hari
dimana saya pertama kali bertemu dengan seorang laki-laki tampan, yang sedang
melakukan wisata ke gunung talaga bodas. Masih jelas dalam ingatan saya
laki-laki itu berkulit putih, berwajah indo, bermata cokelat, laki-laki yang
sempurna, tampan dan berwibawa. Laki-laki itu memakai kemeja berwarna cokelat
dengan celana jins dan membawa tas ransel, yang paling mengejutkan, dia terus
melihat saya dari ujung rambut sampai ujung kaki, saya jadi sangat gerogi
sekaligus senang (maklum wanita cantik suka diperhatikan seperti itu). Pada
waktu itu juga dia terus berjalan lurus ke tempat saya berada, jantung saya
berdetak sangat kencang, sekencang angin yang berhembus di gunung talaga bodas,
“mengapa ada laki-laki setampan itu dan
melihat ke arah saya?”...tanya saya dalam hati.
Ketika mukanya sudah dekat,
mata kami saling memandang. Lalu dia berbisik tepat sekali di telinga sebelah
kiri ku “Maaf celana anda reseletingnya terbuka”...
Degggggg......muka saya langsung
memerah, kusut, malu....ternyata saya telah melakukan kesalahan, dengan segera
saya menutup reseleting celana saya.
“hehehe...terimakasih. Mmmmm bolehkah
saya tahu siapa nama anda?” Kata saya sambil malu dan asal ceplas-ceplos bicara
saja.
“Jimsel, nama saya” jawabnya
“Ohhh,,,nama saya emi” kataku sambil
memberikan tangan, tak ku sangka di menyambutnya, dan berjabat tanganlah dia
dan aku.
Itu lah pertemuan pertama
saya dengan Jimsel, laki-laki indo yang tapan dan rendah hati dan tidak sombong.
Pertemuan kedua ku dengan nya terjadi secara kebetulan, ketika didesa kami
mengadakan upacara gunung tumpeng untuk menyambut pesta panen. Menurut
kepercayaan rakyat desa barunay ketika sebelum panen tiba setiap warga
masing-masing rumah harus membuat tumpeng berbentuk gunung, kemudian mengadakan
upacara penyambutan dewi sri yang dipimpin oleh pupuhu kampung, fungsinya agar
panen kali ini berhasil.
Saya pun mengikuti upacara
gunung tumpeng, setelah upacara selesai, semua tumpeng di kumpulkan di lapangan
untuk diambil secara berebut oleh rakyat desa Barunay, ketika terompet
dibunyikan saya langsung lari, tapi sayang badan saya yang kecil ini tertubruk
dan terjatuh ke tanah, sangat sakit, tak kusangka jimsel datang dan membopongku
sampai ke pinggir lapangan, bahkan luka saya pun diobati. Dia begitu telaten
dan baik hati, saya hanya bisa mengucapkan terimakasih atas pertolongannya, dia
menuliskan no telepon dan alamat tempat tinggalnya di Jakarta, dan dia memberi
tahu saya bahwa dia akan pergi sekarang juga, karena liburannya sudah selesai.
Dari kejadian waktu itu kami
secara diam-diam sering sekali berkomunikasi baik melalui surat maupun telepon,
bahkan dia suka sekali memberi motivasi agar saya terus belajar dan meraih
semua mimpi-mimpi saya. Hubungan kami baik, bahkan sangat baik. Namun sayangnya
saya harus menyimpan rasa cinta itu, karena menurut kepercayaan di desa kami jika seorang wanita di desa kami menikah
dengan orang asing, maka akan terjadi mala petaka yang akan menimpa seluruh
rakyat di desa kami.
Ah...andai tidak ada kepercayaan seperti
itu, mungkin pertemuan pertamaku di gunung talaga bodas akan berlanjut menjadi
kisah cinta sampai sekarang. Tapi saya yakin,,,Alloh tahu yang terbaik bagi
saya. Mudah-mudahan saja wanita cantik ini akan memiliki jodoh yang seganteng
nabi Yusuf, sekaya nabi Sulaiman, sesoleh nabi Muhammad SAW dan sepintar Prof. Mohamad
Surya. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar